CERPEN BERLATAR BELAKANGKAN LOMBOK SUKU SASAK
ANTARA CINTA DAN KELUARGA
Aku
berlari ke bibir pantai Senggigi menemui Giar, lelaki yang telah menjadi
kekasihku selama satu tahun belakangan ini, aku duduk tetap dihadapannya. “Apa
yang ingin kamu tanyakan?” tanyanya santai padaku. Lama aku terdiam menarik
nafas yang terasa sesak didada, aku tak tahu harus memulai dari mana. Aku takut
dia marah jika aku beritahu. Tapi, aku perlu tahu kebenaran dari ini semua,
akhirnya kuberanikan diri mengatakannya meski itu sangat berat terasa. “Siapa
perempuan yang kemarin bersamamu?” tanyaku. “Perempuan yang mana?” katanya
masih dengan sikap santainya. “Mereka bilang kamu .....” dia meletakkan
jemarinya dibibirku sehingga membuat kalimatku terpotong. “Jika kamu mendengar
apa kata mereka kamu akan tersakiti”. Lagi-lagi kata itu yang dia gunakan untuk
mengembalikan kepercayaanku padanya.
#**********^_^**********#
Setelah
selesai melaksanakan sholat Maghrib aku berkumpul bersama keluargaku sambil
ditemani camilan kecil, Mamiq menatapku
dengan tajam. Entah apa arti dari tatapan itu, sama dengan Inaq yang mengeluarkan kalimat yang seolah-olah menyindirku. ”Punya
beraye itu yang bagusan sedikit masak
ndak bisa?” kata mama dengan nada menyindir. “Maksud Inaq” tanyaku. “Apa kamu masih pacaran dengan Giar?” bukan jawaban
yang kudapat. Tapi, pertanyaan dari Mamiq. “Iya Miq.” Jawabku menunduk. “Akhiri hubungan kalian” kata Mamiq dengan lantangnya. “Kenapa tiang harus mengakhirinya Miq?” tanyaku sambil menundukkan
kepalaku. “Karena Mamiq tahu, Tiar
itu bukan laki-laki yang baik. Selain itu dia juga bukanlah keturunan
bangsawan.” Ucap Mamiq dan langsung
pergi meninggalkanku. “Kalau kamu masih sayang sama dirimu sendiri, akhiri
hubungan kalian.” Tutur Inaq sambil
mengelus kepalaku.
Kemudian
Inaq meninggalkanku. Dan akupun masuk
kekamarku dan berfikir kenapa Mamiq
dan Inaq begitu melarangku berpacaran
dengan Giar?. Tak terasa adzan Isya memanggil, aku segera kekamar mandi dan
segera mengambil air wudhu. Setelah kembali dari kamar mandi aku langsung
sholat. Selesai sholat aku langsung berdo’a kepada Allah SWT. “Ya Allah,
tunjukkanlah yang terbaik bagi hambamu ini. Hamba tidak ingin mengecewakan
orang tua hamba. Jadikanlah Giar laki-laki yang berbeda dari ucapan Mamiq tadi. Amin Ya Rabbal Alamin.”
Begitulah pintaku kepada sang Khalik. Setelah itu aku langsung berangkat
kekasur dan melanjutkan lamunanku. Dan akupun terlelap disela lamunanku.
#**********^_^**********#
Adzan
subuh memanggilku untuk bangun. “... Assolatu khoirumminan naum ...”. Begitulah
lafaz yang membuatku segera terlempar dari tempat tidur dan langsung berangkat
kemasjid bersama Inaq. Kebetulan Mamiq sudah berangkat ke masjid bersama
dengan tetangga yang lain. Setelah selesai sholat berjama’ah dari masjid
kamipun langsung berangkat untuk pulang kerumah.
Pagi ini, aku rencananya ingin mencuci
disungai yang tak begitu jauh dari rumah. Sesampaiku disana. Syukurlah, tidak
begitu ramai hanya ada aku, dan Evi.
Disela aktifitasku mencuci, kami saling berbagi cerita dan tanpa ku sangka, Evi
mengeluarkan pertanyaan tentang Tiar kekasihku. “Ra, kamu masih jalan sama Giar?.”
Tanya Evi membuatku kaget. “Iya, memang kenapa?”. Jawabku bingung. “Gini, tadi
aku liat dia lagi jalan sama cewek lain dipantai tempat kalian sering jalan.”
Ceritanya. “Aku juga bingung mana mungkin Mamiq
sama Inaqmu setuju kalau kamu sampai
berpacaran sama Giar. Giar kan bukan dari keluarga bangsawan sedangkan kamu anak bangsawan.” Lanjutnya. “Kalau
masalah itu aku juga masih sering bingung. Tadi malam Mamiq dan Inaq sudah
jelas menyuruhku mengakhiri hubunganku dengan Giar. Tapi aku sangat menyayangi
Giar.” Kataku menceritakan kejadian tadi malam. “Aku yakin walaupun kamu sangat
mencintainya dia tidak tulus mencintaimu. Buktinya aku melihatnya jalan dengan
cewek lain, itu artinya dia sekingkuh dibelakang kamu Dara. Dan mana mungkin Inaqmu merestui hubungan kalian, apalagi
Mamiqmu yang begitu keras.” Kata Evi
memperingatiku. Tapi aku tak ingin terlalu dalam membahas apa yang Evi katakan
baru saja. Dengan buru-buru aku menyelesaikan cucianku. Setelah itu aku pamit
dan langsung bergegas menuju pulang kerumah.
Dalam
perjalanan pulang aku memikirkan apa yang dikatakan oleh Evi tadi. Apakah aku
akan mengakhiri hubungan yang sudah lama aku jalani?.
Sesampaiku
dirumah Inaq langsung menyambutku
dengan kata “Ra, akhirilah hubunganmu dengan Giar, Inaq tidak mau melihat Mamiq
marah-marah seperti tadi malam.” Kata Inaq
menasehatiku dengan sangat lembut. ”Tapi Inaq, tiang sudah sangat lama berpacaran
dengan Giar, apakah Dara akan mengakhiri hubungan yang sudah lama Dara
jalani?.” Kataku panjang lebar menjelaskan perasaanku. “Terserah kamu saja,
tadi Inaq melihat Giar sedang
berbelanja dengan cewek. Mereka terlihat sangat mesra.” Mungkin Inaq salah lihat, bagaimana mungkin dia
jalan dengan cewek selain Dara.” Kataku menjelaskan kepada Inaqku. ”Terserah
kalau kamu tidak percaya.” Kata Inaq
yang langsung pergi meninggalkanku.”.
Setelah
itu, aku langsung menjemur pakaian yang sudah aku cuci di sungai tadi. Mamiq menghampiriku sambil berkata “
Kalau kamu masih ingin melanjutkan hubunganmu dengan Giar laki-laki yang kamu
tidak tahu bagaimana kelakuannya, dan jelas-jelas bukan bangsawan yang seperti Mamiq inginkan, silahkan kamu persiapkan
barang-barang kamu dan pergi dari rumah ini.” Kata Mamiq membentak dan memarahiku. “Tapi..”. kataku. “Dan ingat jangan
kembali lagi.” Kata Mamiq melanjutkan
perkataannya yang membuatku sangat sedih.
Aku
langsung berlari kekamar dan menangis merenungi kata-kata yang Mamiq ucapkan tadi. Aku berfikir, jika
nanti aku melanjutkan hubunganku dengan Giar, apalagi sampai menikah, pasti Mamiq akan sangat marah dan tidak akan
menganggapku sebagai putrinya lagi. Terdengar suara adzan Zuhur memanggil kaum
muslim untuk melaksanakan ibadah sholat. Aku segera mengambil air wudhu dan
langsung melaksanakan ibadah sholat Zuhur. Seperti biasa selesai sholat aku
berdo’a mendo’akan Giar, laki-laki yang sangat
aku cintai, doa’ku tak jauh berbeda dari doaku tadi malam.
Setelah
itu aku menuju dapur untuk memasak makanan untuk makan siang. “Kenapa kamu masih
ada disini?.” Bukankah kamu lebih memilih Giar.” Kalimat itu membuatku
terkejut. Aku hanya bisa diam, sembari melanjutkan pekerjaan yang sedang aku
lakukan. Mamiq langsung pergi
meninggalkan kalimat itu. Aku tak tahu keputusan apa yang harus aku berikan
kepada Mamiq. Hari ini aku sedang memasak
pedis panas, makanan kesukaan Mamiq. Aku yakin pasti suatu saat nanti Mamiq akan merestui hubunganku dengan Giar.
Masakanku sudah siap, saatnya kuhidangkan dimeja makan. Aku memanggil Inaq dan Mamiq untuk makan siang. Ketika sedang makan Mamiq menyuruhku mengakhiri hubunganku dengan Giar. “Dara, kamu
harus dengar Mamiq. Mamiq suruh kamu
putus dengan Giar karna Mamiq tidak
mau kalau nanti kamu sakit hati.” Kata Mamiq
dengan sangat lembut. Inaq melanjutkan perkataan Mamiq.” Iya Dara, Inaq benar-benar melihat Tiar dengan perempuan
lain tadi sewaktu Inaq pergi
balanja.” Kata Inaq meyakinkan. “Kamu
itu anak semata wayang, jadi kamu harus melanjutkan keturunan bangsawan kita Dara,
kamu mau keturunan kamu tidak memiliki gelar bangsawan?.” Kata Inaq.
Makanan
sudah habis, akupun membereskan makanan dan mencuci piring bekas kami makan
tadi. Setelah itu, aku langsung masuk kekamar dan mengambil smartphone
Blackberry milikku. Aku langsung membuka pesan BBM atau Blackberry Mesenger.
Ternyata benar yang dikatakan Inaq
tadi, kalau tadi pagi Giar pergi jalan-jalan dengan Nia, temanku. Evilah yang
mengirimkan photo mereka. Entah darimana Evi dapat. Yang penting sekarang aku
harus pergi menemui Giar. Aku langsung mengirim pesan BBM kepada Giar. Aku mengirimkannya BBM dengan
kalimat yang mesra, dan mengajaknya untuk bertemu ditaman kota Selagalas “Sayang..
kita ketemuan ditaman kota ya.” Begitulah
pesan singkatku. Tanpa kutunggu lama Giar langsung membalas BBMku. “
Siap nona manis.” Begitulah jawabannya. Dasar laki-laki gombal. Pikirku pendek.
Kebetulan rumahku dekat dengan taman kota ini. Akupun langsung bergegas ketaman
dengan dandanan yang sangat cantik. Setelah beberapa menit aku menunggu
akhirnya Giar datang. “Hai.” Sapanya. “Aku mau minta putus. Kita harus putus.
Bye.” Kataku singkat langsung pergi meninggalkannya ditaman itu. Entah
bagaimana pikirannya. Senang. Sedih. Bahagia. Galau. Itu terserah dia, yang
jelas sekarang aku bukanlah wanita yang bisa ia bohongi semaunya.
#**********^_^**********#
Sesampaiku
dirumah Mamiq yang sedang membaca
koran diteras depan menegurku. “Kamu habis dari mana Dara?.” Tanya Mamiq. Aku tak menjawab, aku langsung
menuju kamar dan menangis mengingat apa yang dilakukan Giar terhadapku. Tentu
saja aku merasa bersalah terhadap kedua orang tuaku. Aku yang begitu keras
kepala, aku yang ingin mempertahankan hubunganku dengan Giar, laki-laki yang
telah membohongiku. Aku termenung mengingat kataku kepada Inaq tadi siang. Apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. Sekarang aku harus meminta maaf kepada kedua
orang tuaku, terutama Mamiq.
Aku
tidak tahu harus memulai dari mana perkataanku untuk meminta maaf kepada Mamiq. Apakah aku akan dimaafkan?. Tapi
aku yakin pasti Mamiq dan Inaq akan memaafkanku. Kuhampiri Mamiq yang masih membaca koran diteras
depan. “Miq, tiang minta maaf, ternyata yang Mamiq
kasih tahu Dara itu benar semua. Tiang
menyesal Miq.” Kataku dengan nada menyesal, sambil menundukkan kepala. “Mamiq udah tahu dari kemarin, kebetulan
pacar Giar itu teman Mamiq, dia
pernah cerita kalau Nia anaknya punya pacar yang namanya Giar.” Kata Mamiq menceritakan. “Kenapa Mamiq tidak bercerita dari kemarin?.”
Kataku. “Kan Mamiq udah bilang dari
kemarin sama kamu.” Kata Mamiq. “Nggih,
makasih Miq, maafin Dara ya.” Kataku
membalas. Kemudian Inaq datang dari
belakang. “Miq, Dara kenapa?.” Tanya Inaq kapada Mamiq. “Ini, sekarang Dara sudah putus dengan Giar.” Jawab Mamiq. “Syukurlah.” Jawab Inaq singkat. “Ya sudah, Dara kebelakang dulu ya Miq, Naq.
Dikamar
aku mengingat Tiar, laki-laki penghianat. Kuambil smartphoneku dan kubuka akun Facebookku dan ku
unggah photo Giar bersama Nia yang terlihat sangat mesra. Kutulis di photo itu
“ Giar cowok penghianat. Eewww.. “
begitulah kutulis diakun Facebookku. Akupun membuat sebuah status “KEEP
CALM AND MOVE ON” itulah statusku yang sangat baru.
#**********^_^**********#
Lama
sudah aku tidak kontek dengan Giar. Akupun sudah memiliki pacar baru, dan
diapun keturunan bangsawan, dan sama sekali tidak seperti Giar. Namanya Gatra.
Tanpa ragu Gatra langsung memperkenalkan aku kepada keluarganya. Dan
tidak membuatku kecewa, orang tua Gatra menerimaku dengan pintu terbuka.
Sepertinya Gatra benar-benar mencintaiku. Dia tidak seperti mantanku, yang
tidak memperkenalkanku dengan orang tuanya.
#**********^_^**********#
Adzan
subuh berkumandang. Aku segera bangun dari tempat tidurku dan membangunkan Inaq. Dikamar Mamiq tidak ada, mungkin beliau sudah berangkat terlebih dahulu.
Aku dan Inaq pun langsung barangkat
kemasjid untuk melaksanakan ibadah sholat subuh seperti biasanya. Sepulang dari
masjid aku mandi. Pagi ini aku sedang membantu Inaq memasak didapur. Ibu bertanya “Ra, masak sampai sekarang Dara
belum punya pacar?.” Tanya Inaq
membuatku bingung untuk menjawab yang sebenarnya. Aku hanya diam kaku saja
sambil terus memotong wortel. “Jawab donk Ra.” Kan ibu nanya baik baik. “Belum Naq.” Jawabku berbohong pada Inaq.
Matahari
sudah mulai tinggi. Aku tidak tahu kemana Mamiq
pergi. Setelah sarapan Mamiq langsung
pergi entah kemana.
#**********^_^**********#
Terdengar
suara ketokan pintu. Inaq langsung
kedepan dan membukanya. Inaq kaget
melihat seorang lelaki muda yang datang. “Ada Dara Bik?.” Tanyanya. “Dara
sedang kewarung, sedang membeli detergent.” Jawab Inaqku dengan nada tercengang.” Ya sudah silahkan masul, silahkan
duduk sambil menunggu Rara.” Kata Inaq.
Kebetulan saat itu aku sedang kewarung sedang membeli detergent. Setelah aku
sampai dirumah, aku terkejut. Ternyata Gatra. Inaq langsung menemui kami ruang tamu. “Dara, ini siapa nak.”
Tanya Inaq. “Kenalkan, saya Gatra.
Pacar Dara.” Jawab Gatra tanpa kuduga jawaban itu yang keluar. “Oh, mau Inaq buatkan teh?.” Tanya Inaq. “Tidak usah repot. Saya hanya ingin
berbicara dengan putri Bibik.” Jawab Gatra sambil tersenyum. “Ya sudah, Inaq tinggal dulu ya Ra.” Balas Inaq. “Nggih.” Jawabku. Lamaku berbincang
dengan Gatra, akhirnya kami memiliki keputusan. Setelah itu Gatra langsung
pergi.
#**********^_^**********#
Malampun
tiba, aku mengemas pakaianku dan pergi secara diam-diam dari rumah. Gatra sudah
menungguku di gang depan rumahku. Aku langsung naik ke dalam mobil yang sudah
menjemputku. Gatra membawaku kerumah temannya di kawasan Kekalik, Mataram.
Diperjalanan aku menelpon Evi, aku menyuruhnya memberi tahu Inaq dan Mamiqku. Sesampaiku disana, kita melaksanakan tradisi suku Sasak,
yaitu menyembelih ayam. Aku disana sekitar dua malam dan langsung dijemput oleh
keluarga dari Gatra.
Paginya,
perwakilan dari keluarga Gatra pergi ke kantor Kepala Desa atau bisa
juga langsung ke keluargaku, tradisi itu disebut nyelabar untuk memberitahukan bahwa aku benar-benar sudah menikah
dengan Gatra.
#**********^_^**********#
Beberapa
hari kemudian, keluarga Gatra menjemput wali dari keluargaku dan walinya adalah
Mamiqku sendiri. Dan beliau
datang ke rumah Gatra untuk menikahkan
kami.
Setelah beliau sampai
disana, acara ngawinanpun dimulai.
Kami berdua dinikahkan. Ijab qabulpun dimulai, Mamiqku mengucapkan kalimat. “Saya nikahkan kamu, Lalu Gde Gatra
Riski Maulana dengan putri saya Lale Alini Daraming Sury, dengan mas kawin mas
kawin sebuah rumah diatas tanah seluas tujuh are, emas dua puluh lima gram dan
seperangkat alat sholat dibayar tunai.” Gatrapun menerima
dengan mengucapkan “ Tiang terima
nikahnya, Lale Alini Daraming Sury, dengan mas kawin sebuah rumah diatas tanah
seluas tujuh are, emas dua puluh lima gram dan seperangkat alat sholat dibayar
tunai.” Kemudian Mamiqku menyakan para saksi sah, apakah ijab qabul sah atau
tidak. Para saksi pun menjawab dengan serempak. “Sah.” Setelah acara ijab qabul
selesai, para tamu dan para saksi diberikan jamuan makanan khas suku Sasak,
seperti bebalung, pelalah, cengeh, ares,
dan sate pusut. Jamuan makanpun
selesai, para tamu dan saksi meninggalkan rumah Gatra.
#**********^_^**********#
Seminggu kemudian, keluarga Gatra
datang kerumahku untuk melakukan ikat
janji, untuk membicarakan biaya dan kapan pelaksanaan sorong serah aji krama. Keluargaku dan keluarga Gatra menyetujui
kapan acara tersebut dilaksanakan, dua minggu dan bertepatan pada hari dan
tanggal yang baik menurut kalender Sasak.
Dirumah Gatra maupun
dirumahku sibuk mempersiapkan segala sesuatu. Laki-laki bertugas membuat tetaring dan tidak lupa membuat paosan ada pula yang pergi ngajuk. Sementara para wanita sibuk
mempersiapkan berbagai jenis kue ciri khas Sasak, seperti peyek, aliardan, gerontongan dan yang lainnya.
#**********^_^**********#
Tiga hari sebelum acara sorong serah, laki-laki mengantar
undangan dan ngedawekang, untuk
memberitahukan kapan acara sorong serah dilaksanakan. Undangan diberikan kepada
sahabat. Sedangkan ngedawekang
ditujukan kepada sanak saudara dan keluarga dekat.
#**********^_^**********#
Acara resepsi dilaksanakan pada hari yang berbeda, dengan
hari rauhnya sanak saudara dan
keluarga dekat. Karena keluarga dekat akan ikut dalam acara prosesi sorong serah aji krama. Dalam prosesi sorong serah aji krama dimulai dengan
keberangkatan keluarga besar Gatra menuju rumahku dengan diiringi banyak
keluarga dan gendang beleq, atau
disebut nyongkolan. Laki-laki dari pihak keluarga Gatra melaksanakan acara sorong serah dirumahku. Setelah acara sorong serah selesai keluargaku
menyambut keluarga Gatra dengan diiringi keluarga dekat yang membawa beberapa
jamuan dengan diiringi gendang beleq,
prosesi ini disebut mendakin. Dan
keluarga kami berduapun bersatu dan mengiringi kami menuju ke pelaminan yang
telah dipersiapkan oleh keluargaku. Dan acarapun berakhir dengan khidmat
menambah kebahagiaan kedua keluarga yang kini telah bersatu.
Keluarga Gatra membicarakan kapan acara balik tampak dilaksanakan, dan
berpamitan untuk pulang.
Besok malamnya kami datang kembali ke rumahku untuk melaksanakan
balik tampak bersama dengan keluarga
terdekat Gatra. Didalam acara tersebut kam berbicara panjang lebar menambah
keakraban kedua pihak keluarga kami. Kamipun bersama keluarga dekat Gatra
kembali.
#**********^_^**********#
Seminggu kemudian kami berdua memeritahukan rencana untuk
menempati rumah baru yang sudah diberikan sebagai mas kawin pernikahan kami.
“Mamiq, tiang minta izin, tiang mau menempati rumah yang sudah diberikan kepada
kami.” Kata Gatra. “Nggih.” Jawab
Mamiq mertuaku.
Keesokan harinya kamipun berangkat menuju rumah baru
kami. Dan kamipun hidup bahagia.
§ Mamiq: Ayah atau Bapak.
§ Inaq: Ibu.
§ Beraye: Pacar.
§ Tiang: Saya.
§ Nggih: Iya.
§ Nyelabar: Memberitahukan kepada pihak perempuan
bahwa benar anaknya menikah dengan seorang laki-laki.
§ Ngawinan: Pelaksanaan akad nikah.
§ Pedis panas, bebalung, pelalah, ares, cengeh, sate
pusut: Makanan khas Sasak.
§ Peyek. Aliardan, gerontongan: jajan kering khas
Sasak.
§ Ikat janji: membahas masalah biaya dan sorong serah.
§ Sorong serah aji krama: pengakuan dan penyerahan
harga sesuai derajat wanita.
§ Nyonkolan: prosesi khas Sasak.
§ Ngedawekang: pemberitahuan kepada orang lain.
§ Gendang beleq: Alat music khas Sasak.
§ Mendakin: Penyambutan untuk keluarga laki-laki.
THANKS FOR READ.. :)
SEMOGA BISA MENJADI MOTIVASI..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar